Disability: They Not Different, They Are Special

Kecacatan pada anak bukan merupakn faktor penghambat masa depan anak, Anak cacat juga seperti halnya anak pada umumnya mempunyai hak keberlangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan  sebagaimana diamantkan Konvensi Anak  maupun Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu bahwa anak termasuk anak dengan kecacatan mempunyai hak untuk memperoleh kehidupan yang layak secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Berhak untuk tumbuh kembang (memperoleh pendidkan, pelatihan, rekreasi, akses pelayanan dan lain-lain). Berhak atas perlindungan dari tindakan diskriminatif dan perlakuan-perlakuan  salah lainnya serta berhak berpartisipasi dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan social anak cacat juga terkait dengan pemenuhan hak dasar anak. Dengan terpenuhinya hak dasar anak dimingkinkan anak cacat dapat berperan dan berfungsi dalam kehidupan dan masa depannya, oleh karena itu upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial anak cacat harus diarahkan pada keberfungsian anak cacat dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan mengembangkan potensinya. Dengan demikian mereka dapat meraskan pelayanan akan kebutuhan dasar anak,
Pada haikikatnya pelayanan dan rehabilitasi sosial anak cacat merupakan tanggung jawab bersama, secara berlapis, dimulai dari lingkar keluarga dan kerabat, masyarakat sekitar, pemerintah lokal sampai pusat, hingga masyarakat internasional yang berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan mengupayakan pemenuhan atas hak-hak anak. Hanya jika setiap lapisan pemangku tugas tersebut dapat berrfungsi dengan baik dan mampu menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka anak akan dapat memiliki kehidupan berkualitas yang memungkinkannya tumbuh-kembang secara optimal sesuai potensinya.
Meskipun banyak upaya telah dilakukan, masih banyak anak Indonesia harus hidup dalam beragam situasi sulit yang membuat kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidupnya terancam. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia di bawah 18 tahun mencapai 79.898.000 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 85.146.600 jiwa pada tahun 2009.
Masalah lain berhubungan dengan kesulitan hidup Anak dengan Kecacatan (ADK). Data BPS tahun 2004 menyebutkan jumlah ADK sebanyak 365.868 anak (0.46 %), sedangkan data Pusdatin Kemensos, 2006 mencatat sebanyak 295.763 jiwa (0.37 %). Menurut hasil pendataan Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Kementrian Sosial (2009) di 24 propinsi, terdapat 199.263 anak, yang terdiri dari 78.412 anak dengan kecacatan ringan, 74.603 anak dengan kecacatan sedanag dan 46.148 anak dengan kecacatan berat.
Sebahagian besar anak dengan kecacatan berada dalam keluarga miskin, yang faktanya menunjukkan mereka sulit mendapatkan hak dasarnya sebagai anak secara wajar dan memadai. Banyak situasi ADK pada keluarga miskin tidak terpenuhi kebutuhan nutrisi, tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan khusus sesuai dengan kecacatannya dari orangtua/keluarga, diisolasi, didiskriminasi dalam pengasuhan dan tidak tersentuh oleh pelayanan sosial dasar, antara lain pelayanan kesehatan, pendidikan, pemukiman yang layak serta tidak memiliki alat bantu kecacatan.
Mayoritas ADK berada dalam keluarga yang kurang mampu sehingga ADK tidak dapat mendapatkan nutrisi/makanan yang bergizi. Selain itu, orangtua/keluarga tidak memiliki keterampilan untuk mengajarkan ADK agar dapat mengurus diri sendiri.
Share on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright We Are Not Alone 2012 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Modified by Pirates Kidz